RSS
"Membaca dalam usia tertentu, justru membatasi pemikiran dari kreativitas. Orang yang membaca terlalu banyak namun terlalu sedikit menggunakan pemikirannya, justru akan terkena kemalasan berpikir" (Albert E.)

365 Hari

        Lembayung di senja terakhir tahun 2013, menutup segala kisah pelik dan penuh misteri. Nampaknya, sang surya murung, lelah, dan pucat. Ia tidak menampakkan sinar keemasannya sejak fajar menyongsong. Entah, mungkin ia belum bisa melepas lembar ke-365 dari 365 lembaran hari di tahun 2013.   
     Begitu pula aku, belum bisa melepas tahun yang disebut tahun Ular Air menurut perhitungan ilmu hoki China Kuno ini.  Aku masih terpaku melihat langit yang kelabu. Mencari-cari jejak kisah yang pernah kulalui selama setahun. Deretan kisah demi kisah aku coba rangkai kembali. Mengingat, mengenang, bernostalgia.          
      Ya, 2013. Di tahun pada millennium ke-3, abad ke-21, dan dekade 2010-an dalam kalender Gregorian, aku menginjak usia yang ke-15 tahun. Selain itu, aku bisa melalui empat hari puncak perjuanganku belajar selama tiga tahun di SMP. Empat hari itulah yang menentukan langkah besarku selanjutnya. Dengan hasil yang menurutku sangatlah memuaskan, aku beranjak ke jenjang yang lebih tinggi.                   
       Banyak berkas kisah yang menurutku sangat mengesankan. Namun, satu kisah yang tidak pernah luput dari pandangan di ruang kecil sanubariku, kepergian ayah. Jejak-jejak kisah mengesankan yang telah mampu aku kenang kembali, tidak dapat menghapuskan setitik air di sudut gelap mata. Ayah, satu-satunya lelaki yang aku cintai dengan sepenuh hati, harus kembali ke pelukan Allah Swt. secepat ini.          
        Tepat 13 November 2013, sekitar pukul 11.13 WIB, ayah larut dalam kelelapan tidur panjangnya, setelah 43 tahun ia menjalani hitam putih kehidupan. Dengan indahnya, ia menjejaki kehidupan selanjutnya. Semakin dekat dengan Sang Pencipta. Wajahnya yang mulai mengerut, tidak memudarkan senyum yang terlukis di bibir merah pasinya. Alunan doa dan bacaan ayat-ayat nan sejuk, mengiringi kepergiannya. Kisah itu yang selalu membuatku kehilangan separuh lebih semangat yang aku miliki di tahun 2013. Setiap kedipan mata, hembusan napas, degup jantungku yang bernada, kisah itu selalu terngiang di pikiranku. Pahlawanku telah pergi. Kini tidak terdengar lagi bisik lembutnya yang merambah sepiku.        
         Kehilangan 
salah satu orang terindah di hidupku, membuatku membungkam hari yang berlalu hanya dengan sepi dan serpihan kerinduan akan kasih sayang seorang ayah, yang rela membasahi baju hingga kulitnya hanya untuk menjemput putri kecilnya di sekolah, ayah yang rela melebamkan kulitnya untuk menafkahi keluarga tercinta, ayah yang tidak pernah mengeluh meski kerut di wajahnya semakin terukir. Jika aku boleh jujur, tentu aku lebih memilih ia lebih lama tinggal di sini dibandingkan mengucap selamat tinggal dengan penuh keterpurukan dan kecewa. 
        Meski tiada lagi lelaki yang kujadikan sebagai sandaran dan panutan, aku masih memiliki dua bidadari yang selalu menggamit kekuatan untukku. Membangkitkanku dari rekahan permasalahan di tahun ini. Ibu dan adik.    
     Semangatku mulai mengembang, walau harus melawan jejak-jejak kisah yang membuatku terseka. Beberapa ajang penyaluran prestasi aku ikuti dan ternyata membuahkan hasil yang sangat berarti. Hasil prestasi itulah yang menjadi bukti, hadiah, permintaan maafku, kepada raja dalam hidupku, ayah.               
         Kisahku tidak hanya itu saja, masih banyak berkas kisahku. Setiap detik bahkan setiap hari, selalu ada kisah baru dalam hidup setiap insan. Entah berkesan, mengharukan, atau menyedihkan, kisah-kisah itu selalu menimbulkan jejak untuk diingat maupun dilupakan.       
         Sepertinya, sang surya enggan menemaniku untuk melintasi kembali jejak-jejak kisahku kali ini. Lembayung senja masih telentang di depan mata, menyadarkanku bahwa hari masih panjang. Selama 365 hari aku melewati kisah-kisah hidup di tahun ini. Semoga di tahun-tahun selanjutnya, aku masih diberi kesempatan untuk melalui 365 hariku yang lain. Esok merupakan lembaran baru. Aku harus menjejakinya dengan kisah-kisahku yang baru. Selamat tahun baru 2014.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Serpihan Kata-kata

Siapa aku? Aku adalah aku. Inilah aku. Mungkin berjuta-juta kekurangan ada pada diriku. Kelebihan? Pasti ada. Namun, aku tidak bisa menilai dengan sendirinya.      
    Banyak orang membenciku, menjauhiku, menganggap remeh ‘keberadaan’ku. Bahkan, banyak yang mengumbar kekuranganku kepada orang lain. Aku berterima kasih. Berkat orang-orang itu, aku tau apa arti hidup yang sebenarnya. Aku bisa belajar kuat, tabah. tegar, dan berani karena mereka. Merekalah yang membuat hidupku terasa sempurna.  
        Mengapa aku hidup? Mengapa aku dilahirkan? Mengapa aku harus jadi aku? Aku tahu, ini sebuah cara Allah membuatku untuk mempersiapkan diri di akhirat nanti. Jika aku menjadi orang yang kuat, maka Allah akan meninggikan derajat hamba-Nya ini. Aku tidak pernah menyesali akan apa yang terjadi dalam hidup.  
      Di sisi lain, banyak orang yang menyayangiku. Mereka yang selalu membuat hidupku begitu indah. Tanpa mereka, aku tidak akan bisa tertawa lepas. Mereka menerima ‘keberadaan’ku apa adanya.      
    Aku berharap, orang yang menyayangi maupun membenciku, selalu dalam perlindungan Allah. Sehingga, mereka bisa terus mengisi hari-hariku. Mewarnai hidupku. Menguatkan setiap langkahku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Andai Kau Tahu


Binar matamu mengemuka
Rekah senyummu bergulir nyata
Menyeka segala lara yang menguntit pada malam gelap
Merobek indahnya cerita mencintai dan menantimu
Mengapung tercetak di kepala, luruh di hati jadi prasasti

Cinta ini makin menjadi-jadi
Tak terperi dan menjadi bara
Lalu menyulutkan api rindu di batas mimpi yang membawa pesan surga

Hadirmu yang sekejap, menancapkan cinta terdalam yang kuakui
Terbenam sudah rindumu dalam cintaku yang membiru
Kuakui dan tak mau kuingkari

Jika kaulah satu-satunya untukku saat ini,
aku berharap akan melanggeng sampai nanti dan abadi dalam janji suci

Kini, siapa lagi yang dapat kurunut pada deretan hari?
Pertemuan yang kupilih sebagai pembunuh rindu hanya menyapu sia-sia
Tak kudengar bisik lembutmu merambah sepiku
Menyudutkanku di batas gelisah yang mengunyah luka, satu demi satu
Andai kau tahu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Selaras Rindu di Ujung Kecewa


Kucari jejakmu yang terisap rindu tadi malam
Membawa khayalku dalam rindu yang menggamit resah
Gundah menyelinap di balik senyum sederhanamu, yang datang bersama gerimis senja

Ada damba untuk memelukmu seketika
Membawa serta cintamu saat mata kita beradu, dalam ketulusan yang tak bersayarat

Telah sampai luka ini di titik tiada
Tak ada lagi tangis menjerit apalagi tangis yang membasahi mata
Segalanya telah bicara pada palung jiwaku yang menguras kata-kata
Membungkam hari yang berlalu, hanya dengan sepi tanpa rindu dan cinta yang mengaduh
Rinduku telah pergi, cintaku terluka dan mati   

Terpuruk kecewa, mengucap selamat tinggal pada bahagia   
Kuyup letihku bertabur sepi dan sendiri 
Cinta dan penantianku berakhir di ujung sia-sia, sirna tak bersisa     
Dan semua, karenamu jua

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pelangi

     
         Jarum jam terus berputar, mengitari jiwa yang amat kacau. Jiwa yang dilanda rasa sesak di dada. Sejenak, kupandangi langit-langit kamar yang dihiasi dengan suasana kegelisahan. Entah mengapa, hujan di luar sana membuat hatiku gundah. Kegundahan ini menyelinap dalam sanubari.
       “Ups,” tiba-tiba setetes darah mimisan keluar dari hidungku, terjatuh bersama hujan yang masih betah dengan kederasannya. Mimisan ini bukan yang pertama kali bagiku. Sudah sejak lama aku bersahabat dengan penyakit ini. Aku tak pernah merasakan sakit saat mimisan itu datang, tetapi kebahagiaan yang selalu kurasakan. Ya, bahagia karena Tuhan masih memberiku darah, sepeti Ia memberikanku kekuatan lebih banyak untuk hidup. Tetesan itu hanya peringatan bagiku agar aku harus lebih berhati-hati, dan harus lebih bersyukur atas keadaanku saat ini.          
     “Eh Ren, kamu mimisan lagi tuh!” ucap Zia dengan penuh kepanikan, dia raih sebungkus tissue dan kemudian memberikannya kepadaku. Kebetulan, pada saat itu dia sedang mampir ke rumahku untuk sekadar melihat keadaanku. Sudah beberapa hari ini, aku harus memberhentikan berbagai kegiatan, salah satunya bersekolah.
         “Kamu belum juga sembuh?” tanya Zia.       
         “Emm, aku juga belum tahu, Zi. Dokter bilang, aku cuma kurang makan sayur.”    
       
Biar nggak mimisan terus, kamu harus banyak makan sayur ya!” kata Zia sambil tersenyum kecil. Terlihat jelas lesung pipinya yang indah. Membuat keharuan datang melahap perasaan secara perlahan.     
        Tidak sedikit yang pernah berkata, bahwa aku mungkin hanyalah anak yang lemah. Namun, di balik kelemahanku itu, aku selalu menyimpan kekuatan cinta. Cinta kepada Tuhan, ayah, ibu, dan semua orang yang dapat membuatku tersenyum, bahkan tertawa bahagia.     
        “Zi, kenapa cobaan Tuhan itu seperti hujan di luar sana?” tanyaku sambil menunjuk ke arah luar jendela. “Datang secara tiba-tiba, kadang besar dan kadang kecil, datangnya nggak pernah satu-satu. Bahkan, kedatangannya juga kadang membuat risau,” terusku.     
      “Haha, Rena, Rena, kamu sering melihat pelangi kan? Pelangi yang menyimpan banyak warna, dengan penuh ketenangan di sana. Kamu akan melihatnya setelah kita merasakan rintik bahkan derasnya hujan. Itulah kebahagiaan, datang setelah kita melewati cobaan kecil ataupun yang besar,” jawab Zia dengan penuh harapan. Meyakinkan agar aku dapat terus kuat.  
        “Tapi, pelangi itu cuma muncul di saat tertentu aja, dan nggak selalu datang setelah hujan,” aku pun tak ingin kalah, berusah mencari makna dari semua ini. Rasanya sudah sangat penat, kehabisan asa.      
       “Kebahagiaan juga gitu kok, nggak selalu datang setelah kita menghadapi cobaan. Tapi, pasti akan datang di saat kita udah berhasil melewatinya dengan penuh keikhlasan, ketulusan, dan ketegaran. Walaupun pelangi terlihat setelah hujan yang kadang disertai angin, tapi nggak ada yang bisa menutupi keindahannya. Begitu juga kebahagiaan, baru bisa dirasakan setelah adanya cobaan yang kadang disertai tanggapan-tanggapan kurang baik dari orang lain pada kita. Namun akhirnya, nggak ada yang bisa menggantikan rasa bahagia seseorang,” jelas Zia panjang lebar. Dia tetap bertekad menyakinkanku terus menerus.      
          “Terus, apa peran matahari kalau dikaitkan dengan cobaan?”   
        “Anggap aja matahari itu orang-orang yang selalu mendukung kita. Matahari itu ada bersamaan dengan hujan, sehingga bisa terlihat pelangi. Nah, orang-orang itulah yang selalu ada di samping kita, walaupun dalam keadaan separah apapun, mereka akan memotivasi biar kita bisa melewati cobaan itu,” terlihat dari raut wajahnya, Zia mulai kesal dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan anehku. Kini, tidak ada satu pun kata bahkan kalimat yang bisa kuungkapkan. Aku hanya tunduk dan terdiam mendengarkan penjelasannya itu.   
       “Sekarang, apa lagi yang masih kurang jelas? Hahaha,” Zia tertawa bangga, dia berhasil membuatku yakin akan apa yang sedang kuhadapi.        
         “Hahahaha, semuanya udah jelas kok, Zi. Selamat, kamu berhasil meyakinkanku,” kami tertawa bersama. Melewati hujan yang tak lama kemudian mereda. Aku terpaku melihat ada seberkas cahaya merasuk dalam matanya. Cahaya berwarna-warni, indah, membuatku tersadar bahwa terselip pelangi kebahagiaan itu di dalam bola matanya. Bola mata seorang sahabat tercinta. Dia yang membuatku dapat terus bertahan hingga saat ini. Di saat dunia tidak meninggalkanku lagi. Tanpanya, aku tak pernah mengerti apa arti hidup ini. Apa yang sebenarnya Tuhan beri bagiku. Entah itu cobaan, ataupun kebahagiaan, kini aku mengerti.      
      Seandainya Tuhan berkehendak untuk memberiku pelangi dengan ketujuh warna-nya, akan kuberikan dua warna untuknya. Satu warna kan kuberikan sebagai ucapan terima kasih, dan satu warna lagi sebagai tanda bahwa kekuatan kasih sayangnya, tidak akan pudar. Tak akan terkikis oleh lorong waktu yang amat panjang dan mungkin akan sangat melelahkan.

|||

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS