Lembayung
di senja terakhir tahun 2013, menutup segala kisah pelik dan penuh misteri.
Nampaknya, sang surya murung, lelah, dan pucat. Ia tidak menampakkan sinar keemasannya sejak fajar menyongsong. Entah, mungkin
ia belum bisa melepas lembar ke-365 dari 365 lembaran hari di tahun 2013.
Begitu pula aku, belum bisa melepas tahun yang disebut tahun Ular Air menurut perhitungan ilmu hoki China Kuno ini. Aku masih terpaku melihat langit yang kelabu. Mencari-cari jejak kisah yang pernah kulalui selama setahun. Deretan kisah demi kisah aku coba rangkai kembali. Mengingat, mengenang, bernostalgia.
Ya, 2013. Di tahun pada millennium ke-3, abad ke-21, dan dekade 2010-an dalam kalender Gregorian, aku menginjak usia yang ke-15 tahun. Selain itu, aku bisa melalui empat hari puncak perjuanganku belajar selama tiga tahun di SMP. Empat hari itulah yang menentukan langkah besarku selanjutnya. Dengan hasil yang menurutku sangatlah memuaskan, aku beranjak ke jenjang yang lebih tinggi.
Banyak berkas kisah yang menurutku sangat mengesankan. Namun, satu kisah yang tidak pernah luput dari pandangan di ruang kecil sanubariku, kepergian ayah. Jejak-jejak kisah mengesankan yang telah mampu aku kenang kembali, tidak dapat menghapuskan setitik air di sudut gelap mata. Ayah, satu-satunya lelaki yang aku cintai dengan sepenuh hati, harus kembali ke pelukan Allah Swt. secepat ini.
Tepat 13 November 2013, sekitar pukul 11.13 WIB, ayah larut dalam kelelapan tidur panjangnya, setelah 43 tahun ia menjalani hitam putih kehidupan. Dengan indahnya, ia menjejaki kehidupan selanjutnya. Semakin dekat dengan Sang Pencipta. Wajahnya yang mulai mengerut, tidak memudarkan senyum yang terlukis di bibir merah pasinya. Alunan doa dan bacaan ayat-ayat nan sejuk, mengiringi kepergiannya. Kisah itu yang selalu membuatku kehilangan separuh lebih semangat yang aku miliki di tahun 2013. Setiap kedipan mata, hembusan napas, degup jantungku yang bernada, kisah itu selalu terngiang di pikiranku. Pahlawanku telah pergi. Kini tidak terdengar lagi bisik lembutnya yang merambah sepiku.
Kehilangan salah satu orang terindah di hidupku, membuatku membungkam hari yang berlalu hanya dengan sepi dan serpihan kerinduan akan kasih sayang seorang ayah, yang rela membasahi baju hingga kulitnya hanya untuk menjemput putri kecilnya di sekolah, ayah yang rela melebamkan kulitnya untuk menafkahi keluarga tercinta, ayah yang tidak pernah mengeluh meski kerut di wajahnya semakin terukir. Jika aku boleh jujur, tentu aku lebih memilih ia lebih lama tinggal di sini dibandingkan mengucap selamat tinggal dengan penuh keterpurukan dan kecewa.
Meski tiada lagi lelaki yang kujadikan sebagai sandaran dan panutan, aku masih memiliki dua bidadari yang selalu menggamit kekuatan untukku. Membangkitkanku dari rekahan permasalahan di tahun ini. Ibu dan adik.
Semangatku mulai mengembang, walau harus melawan jejak-jejak kisah yang membuatku terseka. Beberapa ajang penyaluran prestasi aku ikuti dan ternyata membuahkan hasil yang sangat berarti. Hasil prestasi itulah yang menjadi bukti, hadiah, permintaan maafku, kepada raja dalam hidupku, ayah.
Kisahku tidak hanya itu saja, masih banyak berkas kisahku. Setiap detik bahkan setiap hari, selalu ada kisah baru dalam hidup setiap insan. Entah berkesan, mengharukan, atau menyedihkan, kisah-kisah itu selalu menimbulkan jejak untuk diingat maupun dilupakan.
Sepertinya, sang surya enggan menemaniku untuk melintasi kembali jejak-jejak kisahku kali ini. Lembayung senja masih telentang di depan mata, menyadarkanku bahwa hari masih panjang. Selama 365 hari aku melewati kisah-kisah hidup di tahun ini. Semoga di tahun-tahun selanjutnya, aku masih diberi kesempatan untuk melalui 365 hariku yang lain. Esok merupakan lembaran baru. Aku harus menjejakinya dengan kisah-kisahku yang baru. Selamat tahun baru 2014.
Begitu pula aku, belum bisa melepas tahun yang disebut tahun Ular Air menurut perhitungan ilmu hoki China Kuno ini. Aku masih terpaku melihat langit yang kelabu. Mencari-cari jejak kisah yang pernah kulalui selama setahun. Deretan kisah demi kisah aku coba rangkai kembali. Mengingat, mengenang, bernostalgia.
Ya, 2013. Di tahun pada millennium ke-3, abad ke-21, dan dekade 2010-an dalam kalender Gregorian, aku menginjak usia yang ke-15 tahun. Selain itu, aku bisa melalui empat hari puncak perjuanganku belajar selama tiga tahun di SMP. Empat hari itulah yang menentukan langkah besarku selanjutnya. Dengan hasil yang menurutku sangatlah memuaskan, aku beranjak ke jenjang yang lebih tinggi.
Banyak berkas kisah yang menurutku sangat mengesankan. Namun, satu kisah yang tidak pernah luput dari pandangan di ruang kecil sanubariku, kepergian ayah. Jejak-jejak kisah mengesankan yang telah mampu aku kenang kembali, tidak dapat menghapuskan setitik air di sudut gelap mata. Ayah, satu-satunya lelaki yang aku cintai dengan sepenuh hati, harus kembali ke pelukan Allah Swt. secepat ini.
Tepat 13 November 2013, sekitar pukul 11.13 WIB, ayah larut dalam kelelapan tidur panjangnya, setelah 43 tahun ia menjalani hitam putih kehidupan. Dengan indahnya, ia menjejaki kehidupan selanjutnya. Semakin dekat dengan Sang Pencipta. Wajahnya yang mulai mengerut, tidak memudarkan senyum yang terlukis di bibir merah pasinya. Alunan doa dan bacaan ayat-ayat nan sejuk, mengiringi kepergiannya. Kisah itu yang selalu membuatku kehilangan separuh lebih semangat yang aku miliki di tahun 2013. Setiap kedipan mata, hembusan napas, degup jantungku yang bernada, kisah itu selalu terngiang di pikiranku. Pahlawanku telah pergi. Kini tidak terdengar lagi bisik lembutnya yang merambah sepiku.
Kehilangan salah satu orang terindah di hidupku, membuatku membungkam hari yang berlalu hanya dengan sepi dan serpihan kerinduan akan kasih sayang seorang ayah, yang rela membasahi baju hingga kulitnya hanya untuk menjemput putri kecilnya di sekolah, ayah yang rela melebamkan kulitnya untuk menafkahi keluarga tercinta, ayah yang tidak pernah mengeluh meski kerut di wajahnya semakin terukir. Jika aku boleh jujur, tentu aku lebih memilih ia lebih lama tinggal di sini dibandingkan mengucap selamat tinggal dengan penuh keterpurukan dan kecewa.
Meski tiada lagi lelaki yang kujadikan sebagai sandaran dan panutan, aku masih memiliki dua bidadari yang selalu menggamit kekuatan untukku. Membangkitkanku dari rekahan permasalahan di tahun ini. Ibu dan adik.
Semangatku mulai mengembang, walau harus melawan jejak-jejak kisah yang membuatku terseka. Beberapa ajang penyaluran prestasi aku ikuti dan ternyata membuahkan hasil yang sangat berarti. Hasil prestasi itulah yang menjadi bukti, hadiah, permintaan maafku, kepada raja dalam hidupku, ayah.
Kisahku tidak hanya itu saja, masih banyak berkas kisahku. Setiap detik bahkan setiap hari, selalu ada kisah baru dalam hidup setiap insan. Entah berkesan, mengharukan, atau menyedihkan, kisah-kisah itu selalu menimbulkan jejak untuk diingat maupun dilupakan.
Sepertinya, sang surya enggan menemaniku untuk melintasi kembali jejak-jejak kisahku kali ini. Lembayung senja masih telentang di depan mata, menyadarkanku bahwa hari masih panjang. Selama 365 hari aku melewati kisah-kisah hidup di tahun ini. Semoga di tahun-tahun selanjutnya, aku masih diberi kesempatan untuk melalui 365 hariku yang lain. Esok merupakan lembaran baru. Aku harus menjejakinya dengan kisah-kisahku yang baru. Selamat tahun baru 2014.